Ketika dia mulai muncul dalam
pohonnya, sang pemilik yang memperhatikan mulai tersenyum senang dan
menantikan. Berharap bunga itu mulai tumbuh dan berkembang.
Detik demi detik, hari demi hari pun
berlalu. Sampai pada saatnya sang bunga mulai merebakkan kelopaknya. Sang
pemilik pun meliriknya, dan ada sesuatu yang menjadikan dia menjadi begitu
senang. Seakan itu adalah sebuah kehidupannya, setelah menantikannya beberapa
waktu hingga mampu menemukan bunganya menari- nari bersama hembusan angin dan
mentari.
Tak disangka, sang pemilik mengambil
sebuah pisau, dan menggoreskannya pada batang yang tak bernoda itu. Mengambil
dan menaruh setangkai bunga di tempat yang asing bagi sang bunga. Terpisah dari
pohon yang melahirkannya, dan tergenang pada air yang tak berarus.
Dibalik kemekaran sang bunga, dia
merasa asing dan menangis tanpa air mata. Ingin kembali, namun tak mungkin
terjadi. Hanya mungkin satu hal yang ada dibenaknya, berbicara pada Sang Yang
Kuasa agar biarlah rasa sedih yang ia alami membawa kebahagiaan bagi sang
pemilik.
Tiba saatnya, kemekaran itu tak
dapatdipertahankan. Semakin sedih sang bunga melihat nasibnya. Dan sampai suatu
ketika, tangan indah sang pemilik menyentuh dan mengambilnya disertai tatapan
yang iba dan kemudian melemparkan sang bunga ketempat yang sungguh tak dapat di
banggakan.
Kini sang bungapun benar- benar
menangis dan mengeluarkan seluruh air mata, hingga tak tersisa di tubuh
keriputnya. Kering dan semakin tak terlihat sebagai sebatang bunga yang indah.
~~Jojakarta, 14 Des 2013~~
Ignatia Veni